indosiar.site Presiden Joko Widodo akhirnya angkat bicara mengenai perdebatan panjang soal proyek kereta cepat Jakarta–Bandung atau yang lebih dikenal dengan nama Whoosh. Di tengah sorotan publik tentang dugaan pembengkakan biaya atau mark up, Jokowi menjelaskan alasan mendasar mengapa proyek ambisius ini harus dijalankan.
Menurut Jokowi, pembangunan Whoosh bukan sekadar proyek infrastruktur biasa, tetapi sebuah langkah strategis untuk menjawab masalah kronis kemacetan di kawasan Jakarta, Bandung, dan Jabodetabek. Ia menilai bahwa kemacetan di wilayah ini telah menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar dari tahun ke tahun, bahkan sebelum dirinya menjabat sebagai presiden.
Presiden mengatakan bahwa persoalan macet di ibu kota dan kota-kota sekitarnya bukanlah hal baru. Selama puluhan tahun, pemerintah silih berganti mencoba mencari solusi, tetapi masalahnya terus membesar seiring pertumbuhan jumlah penduduk dan kendaraan.
Transportasi Massal Bukan Sekadar Soal Laba
Dalam penjelasannya, Jokowi menegaskan bahwa transportasi publik modern seperti kereta cepat, MRT, dan LRT tidak bisa hanya dinilai dari sisi keuntungan finansial. “Kalau hanya hitung laba rugi, maka transportasi massal tidak akan pernah dibangun,” ujarnya.
Menurutnya, yang perlu dipahami masyarakat adalah bahwa proyek seperti Whoosh memiliki nilai sosial yang jauh lebih besar dibandingkan sekadar angka pendapatan. Transportasi publik yang efisien bisa menekan kemacetan, mengurangi polusi udara, hingga meningkatkan produktivitas masyarakat.
Ia mencontohkan bahwa kerugian akibat kemacetan di Jakarta bisa mencapai lebih dari Rp60 triliun setiap tahun. Jika ditambah wilayah Jabodetabek dan Bandung, angka tersebut bisa melampaui Rp100 triliun. “Bayangkan berapa besar waktu dan energi yang terbuang hanya karena macet. Dengan Whoosh, waktu tempuh bisa berkurang drastis,” jelas Jokowi.
Dampak Ekonomi dan Sosial yang Nyata
Lebih jauh, Jokowi menjelaskan bahwa pembangunan Whoosh adalah investasi jangka panjang untuk mengubah cara masyarakat bergerak. Selain memberikan kemudahan mobilitas, proyek ini juga menjadi katalis bagi pertumbuhan ekonomi di sektor lain seperti pariwisata, properti, dan perdagangan antarwilayah.
Ia menekankan bahwa keuntungan sosial dari transportasi massal harus menjadi ukuran utama. Dengan adanya kereta cepat, pola perjalanan masyarakat bisa berubah. Warga Bandung yang bekerja di Jakarta, misalnya, kini memiliki opsi untuk pulang-pergi dalam waktu yang relatif singkat tanpa terjebak kemacetan berjam-jam.
Selain efisiensi waktu, Jokowi juga menyoroti efek positif terhadap lingkungan. “Dengan berkurangnya kendaraan pribadi di jalan, otomatis emisi karbon bisa ditekan. Ini bukan hanya soal ekonomi, tapi juga tanggung jawab kita terhadap bumi,” katanya.
Subsidi Bukan Kerugian, Tapi Investasi
Menanggapi isu bahwa proyek Whoosh akan terus merugi, Jokowi memberikan pandangan berbeda. Ia mengatakan bahwa subsidi yang diberikan pemerintah kepada proyek transportasi publik tidak bisa dianggap sebagai kerugian negara, melainkan investasi untuk kesejahteraan jangka panjang.
“Subsidi untuk transportasi umum itu hal yang wajar. Lihat MRT di Jakarta, Pemprov DKI menyubsidi hampir Rp800 miliar setiap tahun, dan itu baru satu jalur dari Lebak Bulus ke Bundaran HI. Kalau semua rute selesai, bisa mencapai Rp4,5 triliun per tahun,” ucapnya.
Bagi Jokowi, hitungan seperti ini adalah bagian dari strategi besar untuk membangun kota yang lebih manusiawi. Ia menilai bahwa negara-negara maju pun selalu memberikan subsidi besar untuk transportasi publik karena manfaat sosialnya jauh lebih besar dari nilai ekonominya.
Visi Jokowi Soal Masa Depan Mobilitas
Dalam pandangannya, Indonesia harus berani berubah dari pola lama yang hanya mengandalkan kendaraan pribadi menuju sistem transportasi massal yang terintegrasi. Ia ingin agar masyarakat mulai terbiasa dengan mobilitas yang efisien, cepat, dan ramah lingkungan.
Kereta cepat Whoosh hanyalah awal dari transformasi besar yang diimpikannya. Setelah proyek ini selesai, Jokowi berharap sistem transportasi serupa bisa diperluas ke wilayah lain, seperti Surabaya, Yogyakarta, atau bahkan ke Sumatera dan Kalimantan di masa depan.
Presiden juga menyebutkan bahwa kehadiran Whoosh adalah bukti kemampuan bangsa untuk mengelola proyek besar dengan teknologi tinggi. “Dulu banyak yang meragukan. Tapi sekarang kita sudah bisa membuktikan bahwa Indonesia mampu. Kita tidak hanya jadi pengguna, tapi juga pembangun masa depan,” katanya optimistis.
Lebih dari Sekadar Proyek Infrastruktur
Dengan nada tegas namun tenang, Jokowi ingin mengubah cara pandang publik terhadap proyek-proyek transportasi besar. Ia tidak ingin masyarakat hanya terpaku pada angka kerugian atau laba, tetapi melihat dampak jangka panjang terhadap kualitas hidup dan lingkungan.
“Transportasi publik adalah layanan dasar, bukan bisnis biasa. Selama manfaatnya dirasakan masyarakat, itu sudah menjadi bentuk keuntungan tersendiri,” ujarnya.
Proyek kereta cepat Whoosh memang masih menuai perdebatan. Namun, bagi Jokowi, ini adalah warisan penting untuk generasi berikutnya. Ia berharap masyarakat bisa memandangnya sebagai langkah strategis menuju Indonesia yang lebih efisien, hijau, dan modern.
Pada akhirnya, pembangunan Whoosh bukan semata-mata soal kecepatan atau teknologi, melainkan tentang bagaimana sebuah negara menyiapkan dirinya menghadapi masa depan mobilitas yang berkelanjutan.

Cek Juga Artikel Dari Platform beritabandar.com
