indosiar.site Musibah besar yang melanda Aceh dalam beberapa waktu terakhir menimbulkan kekhawatiran mendalam dari pemerintah daerah. Gubernur Aceh, Muzakir Manaf atau yang akrab disapa Mualem, menyoroti kondisi ribuan warga yang terdampak bencana alam — mulai dari banjir bandang hingga longsor yang menghancurkan akses jalan. Menurutnya, ancaman yang paling menakutkan justru bukan hanya dari derasnya air atau runtuhan tanah, melainkan kelaparan di daerah-daerah yang terputus dari bantuan.
Mualem menegaskan bahwa banyak wilayah masih kesulitan terhubung dengan tim penyelamat. Desa-desa di perbukitan, lembah dalam, dan daerah yang berada di tepi sungai terpencil kini sulit dijangkau kendaraan darat, sementara jalur alternatif belum sepenuhnya pulih dari kerusakan.
“Kondisi pengungsi sangat membimbangkan. Jangan sampai mereka mati bukan karena banjirnya, tapi karena tidak ada makanan,” ungkap Mualem dalam keterangannya kepada sejumlah wartawan.
Bencana Meluas, Akses Bantuan Terganggu
Banjir bandang yang melanda sejumlah kabupaten di Aceh menewaskan beberapa warga dan merusak fasilitas umum. Namun ancaman belum selesai. Infrastruktur utama seperti jembatan, jalan desa, dan jalur distribusi logistik banyak yang rusak atau tertimbun tanah longsor.
Tim penanggulangan bencana mencatat bahwa akses menuju beberapa kecamatan sepenuhnya terputus. Kendaraan roda empat tak mampu menembus jalan yang dipenuhi lumpur tebal. Bahkan sepeda motor pun tidak bisa lewat di titik-titik tertentu karena arus air masih kuat dan permukaan jalan tergerus.
Kondisi ini menyebabkan bantuan logistik tidak merata. Ada lokasi posko yang cukup beruntung karena dekat dengan pusat kota, namun banyak pula yang berada jauh dari kota dan betul-betul tergantung pada bantuan udara atau perahu.
Ketergantungan Pada Bantuan Udara
Kesulitan distribusi membuat pemerintah dan tim SAR memanfaatkan jalur udara untuk menjangkau penduduk yang terjebak. Namun operasi helikopter tentu terbatas pada cuaca, visibilitas, dan titik pendaratan yang aman.
Setiap penerbangan membawa makanan pokok dalam jumlah terbatas, tidak sebanding dengan kebutuhan besar yang harus dipenuhi. Itulah yang membuat Gubernur Aceh khawatir: kebutuhan tidak seimbang dengan kemampuan distribusi.
Kalaupun bantuan sampai, proses evakuasi warga yang terluka dan sangat membutuhkan perawatan medis jauh lebih rumit. Banyak pengungsi harus bertahan dengan kondisi minim, di tengah dingin dan beban emosional akibat kehilangan tempat tinggal.
Kelaparan Jadi Ancaman Nyata
Di beberapa titik, bantuan hanya berupa penyediaan mi instan atau makanan cepat saji lain yang tidak mencukupi kebutuhan gizi dalam jangka panjang. Air bersih juga menjadi tantangan karena sumur dan fasilitas sanitasi terendam lumpur.
Beberapa warga hanya bisa mengandalkan hasil pertanian yang selamat dari banjir dalam jumlah kecil. Namun kondisi ini tidak bisa bertahan lama. Jika akses tidak segera dibuka, potensi kelaparan meluas akan semakin besar.
Menurut laporan relawan lapangan, banyak pengungsi mulai mengurangi porsi makan. Orang dewasa rela tidak makan agar anak-anak mereka tetap mendapat makanan. Situasi tersebut menambah tekanan psikologis para korban.
Trauma Warga Kembali Bangkit
Aceh menyimpan memori pahit bencana besar yang pernah terjadi bertahun-tahun lalu. Kini, rasa cemas kembali muncul. Suara hujan deras membuat warga terjaga sepanjang malam, mengingatkan bahwa bencana dapat terulang kapan saja.
Anak-anak menangis karena takut, sementara orang tua tak bisa memberi rasa aman yang seharusnya. Rumah yang hancur membuat banyak keluarga mengungsi di pos darurat dengan kondisi serba terbatas.
Mualem menekankan bahwa dukungan psikologis bagi warga tak boleh diabaikan. Korban bencana membutuhkan rasa tenang dan kepastian akan keselamatan mereka.
Seruan Mualem untuk Percepatan Penanganan
Melihat kompleksitas situasi, Gubernur Aceh meminta seluruh elemen pemerintah segera memperkuat koordinasi. Ia menegaskan bahwa keselamatan warga menjadi prioritas utama dan sumber daya harus difokuskan untuk menjangkau daerah terisolir.
Langkah-langkah yang ditekankan:
- Pembukaan jalur darurat untuk distribusi logistik
- Penambahan armada helikopter atau perahu penyelamat
- Pendataan ulang jumlah pengungsi dan kebutuhan harian mereka
- Memastikan suplai bantuan merata hingga ke titik paling pelosok
- Menyediakan tenaga medis keliling bagi yang terluka atau sakit
Mualem mengingatkan bahwa penanganan tidak boleh menunggu hingga krisis pangan terjadi. Pemerintah harus proaktif, bukan reaktif.
Harapan dari Masyarakat Aceh
Warga berharap pemerintah terus hadir di lapangan dan tak membiarkan mereka bertarung sendirian menghadapi bencana. Semangat gotong royong masih tampak kuat. Banyak komunitas lokal membantu penyediaan dapur umum dan logistik sementara.
Namun seberapapun besar usaha warga, tetap dibutuhkan dukungan penuh dari pemerintah pusat maupun lembaga kemanusiaan untuk memastikan kebutuhan dasar terpenuhi.
Penutup
Kekhawatiran Mualem menjadi peringatan bahwa bencana alam bukan hanya tentang kerusakan fisik, tetapi juga tentang kemanusiaan. Ketika bantuan terhambat dan akses terputus, nyawa warga menjadi taruhannya.
Aceh membutuhkan penanganan cepat dan tepat. Setiap menit sangat berarti bagi mereka yang sedang bertahan tanpa kepastian. Jangan biarkan korban bencana bertambah — bukan karena banjir, tetapi karena kelaparan yang bisa dicegah.

Cek Juga Artikel Dari Platform revisednews.com
