indosiar.site Kota Yogyakarta kembali menegaskan perannya sebagai kota budaya dan pendidikan lewat pelaksanaan Festival Literasi dan Arsip. Acara ini digagas oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DPK) Kota Yogyakarta. Tujuannya untuk menghidupkan budaya baca sekaligus menanamkan kesadaran pentingnya arsip bagi masyarakat.
Festival ini mengusung tema “Menjaga Memori, Menggerakkan Literasi untuk Kota Yogyakarta Berkemajuan.” Acara ini menjadi ruang kolaboratif bagi masyarakat, pegiat literasi, akademisi, dan seniman untuk saling berbagi inspirasi.
Ruang Kolaboratif bagi Masyarakat dan Arsiparis
Festival ini menampilkan banyak kegiatan menarik. Ada pameran buku, lokakarya menulis, diskusi publik, serta pameran visual perjalanan literasi di Yogyakarta.
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan mengatakan bahwa acara ini mempertemukan dua hal penting, yakni literasi dan arsip. “Literasi adalah masa depan, sementara arsip adalah masa lalu yang harus dijaga,” ujarnya.
Ia menambahkan, masyarakat perlu memahami bahwa arsip bukan hanya dokumen lama. Arsip adalah jejak kehidupan yang merekam identitas dan sejarah bangsa.
Perpustakaan Jadi Pusat Gerakan Literasi Baru
Perpustakaan Kota Yogyakarta menjadi tuan rumah festival ini. Tempat tersebut sekaligus menjadi simbol peran penting perpustakaan publik dalam mendorong literasi masyarakat.
Selama kegiatan berlangsung, pengunjung bisa menikmati ribuan buku dan melihat pameran arsip visual tentang perjalanan Yogyakarta sebagai kota pendidikan.
Suasana terasa hangat. Musik, pembacaan puisi, hingga lomba menulis membuat pengunjung betah berlama-lama. Banyak pelajar ikut berpartisipasi dalam lomba membaca puisi, menulis esai, dan membuat zine bertema arsip keluarga.
Kini, perpustakaan tidak lagi sekadar tempat membaca, tetapi juga ruang kreativitas dan pertemuan ide.
Menjaga Arsip, Menjaga Ingatan Kolektif
Salah satu fokus utama festival ini adalah pentingnya menjaga arsip sebagai memori kolektif. Dalam sesi diskusi, beberapa narasumber menjelaskan bagaimana arsip berperan sebagai bukti sejarah dan sumber refleksi masyarakat.
Arsip pribadi seperti surat, foto, atau catatan keluarga, memiliki nilai yang besar. Arsip-arsip tersebut sering kali memuat kisah sederhana, namun penuh makna. Dengan merawat arsip, masyarakat ikut menjaga kesinambungan sejarah lokal.
DPK Yogyakarta juga mengajak masyarakat untuk mendigitalisasi arsip keluarga. Langkah ini membantu mencegah hilangnya dokumen penting akibat waktu dan kondisi lingkungan.
Kolaborasi Komunitas dan Seniman Lokal
Festival ini juga melibatkan banyak komunitas literasi dan seniman Yogyakarta. Mereka menampilkan karya instalasi yang menggabungkan unsur teks, arsip, dan gambar.
Salah satu karya yang menarik perhatian adalah kolase surat kabar lama dengan puisi modern. Ada juga pameran foto yang memperlihatkan perubahan wajah Kota Yogyakarta dari masa ke masa.
Menurut salah satu pegiat literasi, kegiatan ini membuat generasi muda lebih peduli terhadap sejarah kotanya. “Lewat seni dan literasi, kita bisa membuat arsip terasa hidup,” katanya.
Dampak Festival bagi Dunia Pendidikan
Festival Literasi dan Arsip berdampak besar bagi dunia pendidikan. Banyak sekolah dan kampus di Yogyakarta mengirimkan siswanya untuk ikut serta.
Guru dan pustakawan yang hadir mendapat inspirasi baru untuk mengembangkan kegiatan literasi di sekolah. Bahkan, beberapa sekolah berencana membuat versi mini dari festival ini agar budaya baca lebih dekat dengan siswa.
Bagi masyarakat umum, acara ini menjadi momen untuk kembali mencintai kegiatan membaca. Melalui konsep interaktif, literasi tidak lagi dianggap membosankan, melainkan menyenangkan dan bermanfaat.
Transformasi Literasi di Era Digital
Salah satu sesi festival membahas literasi digital dan transformasi teknologi. Para pembicara menekankan bahwa kemampuan membaca kini tidak hanya terbatas pada teks buku, tetapi juga mencakup kemampuan memahami informasi digital.
DPK Yogyakarta juga memperkenalkan aplikasi perpustakaan digital yang memudahkan warga mengakses koleksi buku elektronik. Aplikasi ini bagian dari program “Smart Library City” yang dirancang untuk memperluas akses pengetahuan di era digital.
Dengan langkah ini, Yogyakarta berharap literasi dapat menjangkau lebih banyak kalangan tanpa batas ruang dan waktu.
Kesimpulan: Literasi dan Arsip, Dua Pilar Kemajuan Kota
Artikel ini menegaskan bahwa Festival Literasi dan Arsip di Yogyakarta bukan sekadar acara tahunan. Ini adalah gerakan sosial yang memperkuat budaya baca dan kesadaran menjaga arsip sebagai sumber pengetahuan bangsa.
Kolaborasi antara pemerintah, komunitas, dan masyarakat membuktikan bahwa literasi dapat menjadi kekuatan utama dalam membangun kota yang berdaya dan berkelanjutan.
Festival ini membawa pesan yang kuat: menjaga literasi berarti menjaga ingatan, dan menjaga arsip berarti menjaga masa depan.

Cek Juga Artikel Dari Platform suarairama.com
