indosiar.site Mahkamah Konstitusi membuat keputusan penting yang mengubah struktur penugasan anggota Polri di luar institusi. Dalam putusannya, MK menegaskan bahwa personel Korps Bhayangkara tidak lagi dapat menduduki jabatan sipil selama statusnya masih aktif. Jika ingin menjalankan tugas di bidang non-kepolisian, anggota Polri wajib mengundurkan diri atau menunggu masa pensiun.
Putusan tersebut menguji konstitusionalitas Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selama ini, aturan tersebut menjadi dasar hukum yang memungkinkan anggota Polri menduduki jabatan sipil sepanjang ada izin dari Kapolri. Namun, MK menilai mekanisme itu bertentangan dengan prinsip netralitas aparat negara dalam pemerintahan sipil.
Dengan putusan baru tersebut, struktur penugasan aparat kepolisian di berbagai kementerian, lembaga negara, hingga jabatan eksekutif harus dievaluasi. Banyak personel Polri yang selama ini bertugas di institusi sipil kini masuk dalam daftar posisi yang wajib dikaji ulang.
Alasan MK Mengeluarkan Putusan Pembatasan
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menegaskan bahwa rangkap jabatan dapat memengaruhi independensi serta profesionalitas institusi kepolisian. Aparat kepolisian merupakan alat negara yang bertanggung jawab menjaga keamanan dan ketertiban. Sementara itu, lembaga sipil memiliki tugas administratif dan politis yang tidak sejalan dengan karakter Polri sebagai badan penegak hukum.
Selain soal independensi, MK juga menyoroti potensi konflik kepentingan. Ketika anggota Polri menjabat di institusi sipil, ada risiko intervensi kewenangan yang tumpang tindih. Hal ini dapat mengganggu etika tata kelola pemerintahan serta memunculkan ketidakpastian hukum.
Putusan ini juga sejalan dengan prinsip demokrasi modern yang memisahkan fungsi sipil dan keamanan. Dengan demikian, penugasan anggota Polri pada jabatan sipil dianggap tidak sejalan dengan prinsip netralitas dan akuntabilitas.
Efek Putusan MK terhadap Struktur Pemerintahan
Putusan ini memiliki dampak langsung terhadap jabatan-jabatan yang saat ini diisi oleh anggota Polri aktif. Pemerintah daerah, kementerian, dan lembaga non-keamanan harus menginventarisasi posisi yang ditempati aparat Polri aktif untuk memastikan penyesuaian sesuai ketentuan baru.
Dalam praktiknya, beberapa jabatan strategis selama ini ditempati dan dijalankan dengan baik oleh personel Polri. Namun secara hukum, mereka tetap diwajibkan menyesuaikan status apabila ingin melanjutkan tugas di ranah non-kepolisian. Penyesuaian ini bisa berupa pensiun dini, pengalihan tugas, atau pengisian ulang jabatan oleh ASN sipil.
Proses transisi ini tentu memerlukan waktu dan koordinasi lintas sektor. Kementerian PAN-RB, Kemendagri, hingga pihak Pemerintah Daerah memiliki peran teknis dalam pengaturan ulang struktur Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) yang diisi oleh personel Polri.
Daftar Personel Polri Aktif yang Masih Menjabat Posisi Sipil
Berdasarkan berbagai data publik dari kementerian, pemerintah daerah, dan lembaga negara, terdapat sejumlah anggota Polri aktif yang masih menduduki jabatan sipil. Berikut daftar jabatan yang dikenal masih ditempati personel aktif:
1. Jabatan Direktur di Kementerian
Beberapa kementerian masih menempatkan anggota Polri aktif sebagai direktur atau kepala unit kerja yang bersifat administratif. Jabatan ini meliputi posisi di bidang keamanan siber, hubungan antar lembaga, hingga penanganan risiko strategis. Personel yang menduduki jabatan tersebut akan terkena evaluasi karena status mereka masih aktif.
2. Kepala Dinas di Pemerintah Daerah
Beberapa daerah mempercayakan jabatan kepala dinas kepada anggota Polri aktif. Mereka umumnya ditempatkan pada dinas yang membutuhkan disiplin, pengendalian risiko keamanan, atau penanganan ketertiban umum. Dengan adanya putusan MK, pejabat daerah wajib meninjau ulang struktur posisi tersebut.
3. Staf Ahli dan Tenaga Profesional di Lembaga Negara
Beberapa lembaga nasional menugaskan personel Polri aktif sebagai staf ahli di bidang keamanan, intelijen, atau manajemen krisis. Posisi strategis ini biasanya diperuntukkan bagi perwira dengan pengalaman operasional. Namun secara hukum, jabatan tersebut kini harus dikaji ulang.
4. Manajer Unit Khusus di BUMN
Sejumlah BUMN yang bergerak di bidang energi, transportasi, dan telekomunikasi mempekerjakan anggota Polri aktif sebagai manajer keamanan atau pimpinan unit mitigasi risiko. Namun setelah putusan MK, pola penempatan ini tidak lagi diperbolehkan tanpa perubahan status kepegawaian.
5. Jabatan Struktural di Lembaga Non-Kementerian
Posisi seperti sekretaris utama, deputi bidang pengamanan, dan ketua satuan tugas masih diduduki aparat Polri aktif. Jabatan tinggi seperti ini kini masuk dalam daftar wajib dievaluasi karena tergolong jabatan sipil.
Bagaimana Proses Penyesuaian Jabatan Akan Dilakukan?
Penyesuaian jabatan tidak dapat dilakukan secara langsung tanpa mekanisme hukum yang jelas. Pemerintah perlu mengeluarkan pedoman transisi melalui peraturan turunan, baik berupa surat edaran, keputusan bersama, maupun revisi struktur organisasi.
Personel Polri yang ingin tetap melanjutkan jabatan sipil memiliki dua pilihan:
- Mengundurkan diri dari keanggotaan Polri, atau
- Menunggu masa pensiun dan kemudian diangkat kembali sebagai ASN sipil.
Sementara itu, jabatan yang harus dikosongkan akan diisi oleh ASN melalui mekanisme seleksi terbuka atau penugasan sementara.
Reaksi dari Berbagai Pihak
Putusan MK menuai respons beragam. Sebagian pihak menilai keputusan ini memperkuat netralitas aparat negara dan memperjelas batas antara ranah sipil dan keamanan. Namun ada pula kritik bahwa putusan ini berpotensi menghambat beberapa lembaga yang selama ini membutuhkan keahlian teknis dari personel Polri.
Di sisi lain, pakar hukum tata negara menilai keputusan MK merupakan langkah maju untuk memperbaiki sistem birokrasi. Struktur jabatan sipil harus diisi oleh ASN yang telah memiliki jalur karir jelas, bukan berasal dari institusi keamanan.
Kesimpulan: Putusan MK Jadi Titik Balik Penataan Birokrasi Sipil
Larangan anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil menjadi momentum penting dalam reformasi tata kelola pemerintahan. Penyesuaian tentu membutuhkan waktu, tetapi arah kebijakan ini akan memperjelas batas antara tugas kepolisian dan peran administrasi negara.
Daftar personel aktif yang masih memegang jabatan sipil kini menjadi dasar evaluasi. Dengan proses transisi yang tepat, penataan birokrasi dapat berjalan lebih profesional, transparan, dan sesuai prinsip demokrasi.

Cek Juga Artikel Dari Platform infowarkop.web.id
