indosiar.site Indonesia menegaskan komitmennya terhadap perubahan iklim global melalui partisipasi aktif di Konferensi Perubahan Iklim ke-30 (COP30) di Brasil. Dalam forum ini, Indonesia menargetkan potensi ekonomi hingga Rp 16 triliun dari transaksi karbon lintas sektor.
Delegasi Indonesia terdiri dari dua tim utama: tim paviliun dan tim negosiator. Paviliun akan menampilkan berbagai kebijakan, inovasi, serta peluang investasi di sektor hijau. Sementara itu, tim negosiator fokus memperjuangkan kepentingan nasional dalam mekanisme perdagangan karbon dunia yang semakin kompetitif.
Target 90 Juta Ton CO2
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menyampaikan, Indonesia menargetkan transaksi karbon sebesar 90 juta ton CO2 ekuivalen. Target itu mencakup sektor berbasis alam seperti kehutanan dan kelautan, serta sektor berbasis teknologi di bidang energi dan industri.
“Delegasi paviliun menargetkan transaksi hingga 90 juta ton CO2 ekuivalen, terutama dari sektor alam seperti forestry dan ocean, serta teknologi energi dan industri,” kata Hanif.
Nilai ekonomi dari perdagangan karbon ini diperkirakan mencapai Rp 16 triliun. Pemerintah berharap hasilnya menjadi bukti bahwa penurunan emisi juga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Sektor Kehutanan dan Kelautan Jadi Andalan
Sektor kehutanan menjadi kekuatan utama Indonesia dalam forum ini. Dengan hutan tropis yang luas, Indonesia memiliki kemampuan besar menyerap karbon secara alami. Potensi ini menjadikan kehutanan sebagai sektor strategis dalam negosiasi perdagangan karbon global.
Selain itu, sektor kelautan juga berperan penting. Pemerintah mengusung konsep blue carbon, yaitu pemanfaatan ekosistem laut seperti mangrove dan lamun untuk menyerap karbon. Program ini sejalan dengan upaya menjaga keanekaragaman hayati laut dan meningkatkan ekonomi masyarakat pesisir.
“Laut Indonesia punya potensi besar untuk menyerap karbon. Dengan pengelolaan tepat, sektor ini bisa menjadi sumber ekonomi baru,” ujar Hanif.
Energi Bersih dan Industri Hijau
Sektor energi menjadi pilar lain dalam strategi transisi menuju ekonomi hijau. Pemerintah mendorong investasi besar di energi terbarukan seperti tenaga surya, panas bumi, dan biomassa. Langkah ini diharapkan mengurangi ketergantungan pada energi fosil sekaligus menciptakan lapangan kerja hijau.
Di sektor industri, Indonesia mulai mengadopsi teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (CCS/CCUS). Teknologi ini memungkinkan pabrik besar tetap beroperasi tanpa menghasilkan emisi berlebih.
“Indonesia ingin menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi bisa berjalan seiring pelestarian lingkungan,” tambah Hanif.
Diplomasi Hijau di Panggung Global
Partisipasi Indonesia di COP30 tidak hanya soal bisnis karbon, tetapi juga strategi diplomasi hijau. Melalui forum ini, Indonesia berupaya memperkuat posisinya sebagai pemimpin negara berkembang dalam mitigasi iklim.
Delegasi Indonesia membawa berbagai inisiatif unggulan seperti restorasi hutan gambut, rehabilitasi mangrove, dan pengembangan kawasan industri hijau. Proyek-proyek ini ditawarkan kepada investor global melalui mekanisme perdagangan karbon sukarela dan terverifikasi.
Selain itu, Indonesia mengusulkan mekanisme pendanaan internasional baru untuk membantu negara berkembang bertransisi ke energi bersih. Tujuannya agar pendanaan global tidak hanya berpihak pada negara maju, tetapi juga memberi ruang bagi negara yang sedang berkembang.
Potensi Ekonomi Karbon Nasional
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat, potensi ekonomi karbon Indonesia bisa mencapai Rp 300 triliun per tahun. Angka ini mencakup sektor kehutanan, energi, industri, dan kelautan.
Dengan masuknya Indonesia dalam sistem perdagangan karbon internasional, peluang investasi dari luar negeri akan semakin terbuka. Hasil dari perdagangan ini diharapkan dapat digunakan untuk memperkuat program pembangunan rendah emisi dan mempercepat ketahanan iklim di tingkat daerah.
“Setiap rupiah dari karbon akan kembali kepada rakyat melalui program lingkungan dan energi bersih,” tegas Hanif.
Harapan dari Konferensi Iklim
KTT COP30 Brasil menjadi momentum penting bagi Indonesia untuk mempercepat pencapaian Net Zero Emission (NZE) pada 2060. Pemerintah juga fokus menjalankan FOLU Net Sink 2030, strategi pengurangan emisi dari sektor kehutanan dan penggunaan lahan.
Hanif menegaskan bahwa keberhasilan konferensi ini tidak hanya diukur dari nilai transaksi, tetapi juga dari bentuk kerja sama konkret antarnegara. Pemerintah berharap hasil pertemuan ini melahirkan dukungan nyata dalam bentuk pendanaan, teknologi, dan transfer pengetahuan.
“Brasil adalah panggung untuk menunjukkan bahwa Indonesia siap memimpin perubahan global. Kita hadir bukan dengan janji, tapi dengan aksi nyata,” ujar Hanif menutup pernyataannya.
Dengan target ambisius, diplomasi aktif, dan strategi lintas sektor, Indonesia berharap dapat memperkuat perannya sebagai motor ekonomi hijau dunia. Kesuksesan di KTT COP30 akan menjadi pijakan penting menuju masa depan berkelanjutan di mana ekonomi dan lingkungan tumbuh beriringan.impin perubahan. Bukan hanya dengan janji, tapi dengan aksi nyata,” pungkas Hanif.

Cek Juga Artikel Dari Platform otomotifmotorindo.org
