indosiar.site Kota Solo kembali menjadi pusat perhatian dunia seni dengan digelarnya pameran Rajamala di Museum Radya Pustaka. Acara ini tidak hanya menandai perayaan panjang usia museum bersejarah tersebut, tetapi juga menjadi ajang bagi seniman lokal untuk mengekspresikan karya mereka melalui instalasi unik berbahan janur.
Dalam suasana yang hangat dan penuh kekaguman, para penari menampilkan pertunjukan dengan latar belakang instalasi janur berbentuk Rajamala — sosok mitologis dalam budaya Jawa yang melambangkan keberanian, kekuatan, dan semangat melindungi kebaikan.
Makna Rajamala dalam Tradisi Jawa
Rajamala bukan sekadar tokoh mitos. Dalam pandangan budaya Jawa, Rajamala merupakan simbol penjaga yang selalu hadir di bagian depan kapal atau bangunan penting, melambangkan pelindung dari segala hal buruk.
Seniman yang terlibat dalam pameran ini berusaha menafsirkan ulang sosok Rajamala dalam konteks kekinian. Mereka menggabungkan unsur tradisi dan modernitas melalui media yang sederhana — yakni janur atau daun kelapa muda.
Janur yang biasanya digunakan dalam upacara adat kini diolah menjadi karya instalasi berukuran besar, membentuk wajah Rajamala dengan detail yang rumit. Setiap lekukan daun memiliki makna spiritual tersendiri, menggambarkan perpaduan antara manusia, alam, dan kekuatan simbolik leluhur.
“Rajamala bukan hanya karya seni, tapi representasi semangat masyarakat Jawa untuk terus menjaga nilai-nilai luhur di tengah perubahan zaman,” ujar salah satu kurator pameran.
Museum Radya Pustaka: Saksi Perjalanan Sejarah Seni di Solo
Museum Radya Pustaka merupakan salah satu museum tertua di Indonesia. Pameran Rajamala diadakan sebagai bagian dari perayaan hari jadi museum yang ke-135, sekaligus sebagai bentuk penghargaan terhadap warisan budaya yang tersimpan di dalamnya.
Gedung museum yang berarsitektur klasik Jawa menjadi tempat ideal untuk memamerkan karya-karya kontemporer yang tetap berakar pada nilai tradisi. Dalam kesempatan ini, seniman dari berbagai daerah turut ambil bagian, memperkaya narasi visual yang dihadirkan.
Bagi warga Solo, museum ini bukan hanya tempat menyimpan benda-benda bersejarah, melainkan juga ruang hidup bagi kreativitas dan identitas lokal. Oleh sebab itu, pameran Rajamala menjadi simbol sinergi antara masa lalu dan masa kini.
Pertunjukan Tari yang Menghidupkan Instalasi
Selain pameran instalasi, acara juga menampilkan pertunjukan tari kontemporer bertema Rajamala. Para penari membawakan gerakan yang menggambarkan perjalanan spiritual tokoh mitologis tersebut.
Latar janur yang melingkar dan cahaya temaram menciptakan suasana magis. Gerakan para penari tampak menyatu dengan instalasi, seolah menggambarkan dialog antara manusia dan roh penjaga alam.
Salah satu koreografer mengatakan bahwa tarian ini terinspirasi dari filosofi “nguri-uri kabudayan”, yaitu menjaga dan menghidupkan kembali budaya. Melalui kolaborasi antara seni rupa dan seni tari, pesan moral Rajamala disampaikan secara universal: menjaga keseimbangan antara kekuatan dan kebijaksanaan.
Dampak terhadap Industri Kreatif Solo
Pameran ini tidak hanya bernilai seni, tetapi juga berdampak langsung pada penguatan sektor ekonomi kreatif. Pemerintah Kota Solo menjadikan acara ini sebagai bagian dari program untuk mendongkrak potensi wisata budaya.
Kepala Dinas Pariwisata Kota Solo menyampaikan bahwa kegiatan semacam ini membuka peluang bagi pelaku seni untuk berjejaring dan berkolaborasi. “Pameran Rajamala menjadi contoh nyata bagaimana kreativitas lokal dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan menarik wisatawan,” ujarnya.
Selain itu, sejumlah pengrajin janur, seniman visual, dan pekerja kreatif lokal mendapat kesempatan untuk menunjukkan keterampilan mereka. Dengan demikian, kegiatan ini menjadi wadah pembelajaran sekaligus ruang promosi bagi karya anak daerah.
Antusiasme Pengunjung dan Dukungan Komunitas
Sejak dibuka, pameran Rajamala mendapatkan respons positif dari masyarakat. Ratusan pengunjung datang setiap harinya, mulai dari pelajar, mahasiswa, hingga wisatawan mancanegara.
Banyak pengunjung mengaku terkesan dengan perpaduan estetika antara janur dan pencahayaan yang dramatis. Tak sedikit pula yang memanfaatkan momen ini untuk berfoto di area instalasi, lalu membagikannya di media sosial.
Komunitas seni lokal pun turut berperan aktif. Mereka mengadakan diskusi dan workshop bertema “Makna Rajamala dalam Perspektif Seni Kontemporer”. Dalam kegiatan ini, para peserta diajak memahami filosofi karya sekaligus teknik mengolah bahan alami seperti janur menjadi instalasi yang bernilai tinggi.
Harapan untuk Keberlanjutan Seni Tradisi
Pameran Rajamala diharapkan menjadi inspirasi bagi generasi muda agar tidak melupakan akar budaya. Meskipun tampil dengan gaya modern, pesan moral di baliknya tetap berpijak pada nilai-nilai kearifan lokal.
Wakil Wali Kota Solo yang hadir dalam acara pembukaan menyampaikan bahwa kegiatan ini akan menjadi agenda tahunan. Pemerintah berkomitmen untuk terus mendukung ruang bagi seniman lokal agar dapat berekspresi dan berkontribusi terhadap pembangunan budaya nasional.
“Setiap karya adalah refleksi dari jiwa masyarakatnya. Rajamala mengingatkan kita bahwa kekuatan sejati terletak pada keseimbangan antara tradisi dan inovasi,” ujarnya dalam sambutan penutup.
Kesimpulan: Rajamala sebagai Cermin Semangat Kreatif Solo
Artikel ini menyoroti bahwa pameran Rajamala bukan hanya sekadar perayaan ulang tahun museum, tetapi juga manifestasi dari semangat kreatif Kota Solo. Dari bahan sederhana seperti janur, seniman mampu menciptakan karya monumental yang menggetarkan batin dan memikat mata.
Lebih dari itu, acara ini memperlihatkan bagaimana budaya tradisional bisa menjadi kekuatan ekonomi sekaligus diplomasi budaya. Solo membuktikan bahwa warisan leluhur dapat terus hidup di tengah modernitas tanpa kehilangan jati dirinya.
Melalui Rajamala, masyarakat diingatkan bahwa seni adalah jembatan antara masa lalu dan masa depan — tempat di mana nilai luhur dan inovasi bisa berjalan berdampingan, indah dan bermakna.

Cek Juga Artikel Dari Platform makanenak.org
